Pada pembukaan webinar Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum selaku pemateri menjelaskan mengenai kata kunci pertama yaitu mengenai memilah-memilih, memilah dakwah yang termasuk kedalam kategori kita, lalu memilih apa yang sudah kita pilah yang bermanfaat, yang sesuai dengan situasi kita. Kata kunci kedua yaitu dakwah, utamanya dalam media sosial. Kata kunci ketiga merupakan nahi-munkar, bagaimana Al-Qur’an dan reaksi Hadist terhadap amar makruf nahi munkar.
Ayat mengenai dakwah terdapat pada Surah An-Nahl ayat 125. Dalam ayat ini kita di perintahkan untuk berdakwah dengan konsep hikmah. Hikmah ini dipakai untuk orang-orang yang berpotensial menerima dakwah kita. Selain itu, yang bersangkutan tidak dalam kondisi dalam lalai. Jika situasinya tidak memungkinkan, maka kita harus menyampaikan dakwah dengan cara berdiskusi dan menuntun dengan lebih baik.
Selanjutnya mengenai ayat amar makruf nahi munkar, pertama pada Surah Ali-Imran ayat 104. Perintah mengenai kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW untuk berdakwah pada kebaikan yang hukumnya fardhu kifayah. Pada ayat 144 Surah Ali Imran pun dijelaskan, tugas amar makruf nahi munkar merupakan kewajiban setelah taat kepada Allah Swt. Setelah itu baru berlomba-lomba dalam kebajikan.
Menurut pemateri, kita semua boleh dan wajib berdakwah. Dengan cara yang makruf, ketika memerintahkan yang baik kita harus memperhatikan caranya tepat atau tidak. Mendakwahkan kebaikan dengan cara yang baik karena dakwah yang berhasil itu ditilik dari caranya, harus secara halus, dengan diksi yang baik, dan menggunakan intonasi yang mudah di dengar. Untuk mencegah kemungkaran dengan tidak membuat kemungkaran, agar membuat agama-Nya Allah menjadi tinggi dan luhur kita harus menggunakan cara-cara yang luhur. Dengan mempelajari bagaimana Rasulullah SAW ketika melihat kemungkaran, ketika menegur orang tidak membuatnya tersinggung tetapi mengingat itu sebagai sesuatu yang indah, Rasulullah SAW tidak pernah mempermalukan orang yang melakukan kesalahan, hanya di peringatkan dengan baik.
Hal-hal yang perlu dipahami ketika kita mendakwahkan kepada orang lain:
- Sampaikan kepada orang lain sesuai dengan daya tangkap mereka, standar kemampuan mereka, dan standar intelektualnya. Dalam media sosial utamanya, kita harus melihat kecocokan kita dengan da’i tersebut harus terukur narasinya sesuai dengan kita atau tidak, bahasanya bisa di cerna atau tidak. Harus di perhatikan dalam media sosial agar tidak adanya kontroversial atau persoalan, pemahaman kita harus di perluas dengan menyampaikan materi sesuai batasan ruang lingkup lingkungannya.
- Tidak semua Da’i adalah Ulama. Da’i menyampaikan ilmu yang dia pahami, yang dia sampaikan ke publik dan juga sebagai perantara Ulama. Seandainya Ulama tidak pandai menyampaikan kepada publik maka Da’i membantu hal tersebut. Jika kita menganggap semua Da’i adalah Ulama maka kita akan kecewa, karena persyaratan Ulama merupakan mempunyai penguasaan terhadap ilmu tertentu juga wajib disiplin ilmu.
- Tidak semua Da’i adalah Mufti. Da’I hanya mengutip dari kutipan, fatwa, dan kitab literatur tertentu. Maka wajib menyebutkan sumbernya pada saat berdakwah agar jelas sumbernya.
Memilih Tipe Da’i :
- Tipe Ulama : Aktif mengisi kajian.
- Tipe Mufti.
- Tipe Akademisi : Berdakwah di kampus.
- Tipe Motivator.
- Tipe Penceramah : Suka manggung kesana kemari.
- Tipe Pendongeng : Pandai mengisahkan sesuatu.
- Tipe Buzzer : Saat pemilu, pilkada.
- Tipe Influencer : Banyak sekali di beragam media sosial.
- Tipe Provokator.
Syarat-syarat memilih Da’i :
- Berilmu : Syarat mutlak. Memahami apa yang disampaikan kepada publik.
- Berlandaskan dalil.
- Rasional : Berhasil membuat kita percaya, bukan menakut-nakuti.
- Tawassuth : Mengambil jalan tengah antara hak dan batil, halal dan haram.
- Tawazun : Seimbang antara akhirat dan dunia.
- Tasamuh : Toleransi dalam memahami perbedaan.
- Adil dalam menilai kepada diri sendiri maupun orang lain.
- Mengajak persatuan : tidak mementingkan kepentingan tertentu.
- Mencari titik temu.
- Berakhlak mulia.
Prinsip dakwah yang perlu dipahami:
- Menyampaikan sesuatu yang sudah teruji benar, tidak yang masih diragukan atau kontroversial.
- Mempunyai prinsip, retorikanya membekas dalam hati sanubari pendengar.
- Nilai kebaikannya lebih tinggi daripada nilai keburukannya. Lebih baik isinya bermanfaat semua.
- Materinya memuliakan objek dakwahnya, tidak mengancam, tidak menjatuhkan.
- Materinya melembutkan hati, tidak memaksakkan kehendak.
- Mudah di ingat dan mudah dipahami.
Penulis: Muhammad Rifqi Arafat, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi