Bogor, BERITA UIN – Musala di Rumah Wakaf Wirausaha Social Trust Fund (STF) UIN Jakata yang terletak di Desa Cidokom, Kecamatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat sudah berdiri kokoh dan diresmikan pada Kamis (1/9/2022). Peresmian di antaranya dihadiri Direktur STF Amelia Fauzia, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Arief Subhan, Kepala Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) Muhammad Zuhdi, serta beberapa pejabat setempat.

Direktur STF Amelia Fauzia mengungkapkan, pembangunan musala bertujuan untuk melengkapi fasilitas pendukung yang ada di Rumah Wakaf Wirausaha, tepatnya gedung serba guna Cercondeso.

“Musala sebagai tempat ibadah keberadaanya sangat penting. Hal itu untuk mendukung kegiatan masyarakat dan mahasiswa yang berpusat di Aula Rumah Wakaf Wirausaha,” jelasnya.

Pembangunan musala yang dimulai sejak 22 Juli itu melibatkan sejumlah relawan lokal dari mahasiswa UIN Jakarta dan 24 relawan internasional dari 10 negara. Mereka tergabung dalam organisasi CA-UK-IN Studio yang berbasis di London, Inggris.

Aidana Roberts, salah satu relawan sekaligus koordinator proyek pada pembangunan musala Rumah Wakaf mengungkapkan, CA-UK-IN Studio sendiri merupakan lembaga relawan yang bergerak di bidang kontruksi bangunan. Nama tersebut merupakan kepanjangan dari Canada, United Kingdom, dan Indonesia, tiga negara yang menjadi inisiatior kerelawanan bidang desain dan kontruksi bangunan.

“CA-UK-IN Studio berusaha menciptakan dampak dan membantu sesama melalui arsitektur, untuk menciptakan itu kita banyak bekerja sama dan membuka kerelawanan bagi siapa saja dari seluruh dunia yang tertarik untuk bergabung,” ungkap perempuan asal Kazakhstan itu.

Dia menambahkan, dari 40 proyek desain dan konstruksi yang sudah dilakukan CA-UK-IN di seluruh dunia, biasanya menyesuaikan kebutuhan, permintaan, dan keadaan lingkungan sekitar. Tak terkecuali desain bangunan dan kontruksi dalam pembuatan musala di Rumah Wakaf Wirausaha.

“Musala di Rumah Wakaf Wirausaha mengusung konsep budaya atau kearifan lokal dengan bahan yang sesuai dengan kondisi alam untuk memberikan kenyamanan. Musala juga mengusung konsep multifungsi yang tidak hanya untuk beribadah, namun juga kegiatan pemberdayaan masyarakat,” jelasnya.

Aaron Chan, relawan lain asal Hongkong, mengaku sangat menikmati proyek musala tersebut. Selain ikut merancang dan mendesain, mengecor beton, membuat rangka dari bahan kayu, ia juga mampu memasang frame kayu ke fondasi. Semua itu ia lakukan dengan cara bergotong royong bersama para relawan lain dari berbagai negara.

Tak hanya itu. Aaron juga sangat terkesan dengan masyarakat Indonesia yang cukup ramah dan murah senyum.

“Saya baru kali pertama datang ke Indonesia. Orang-orang di sini sangat ramah dan bersahabat, serta banyak tempat yang indah. Saya sudah mengunjungi beberapa tempat di Jakarta dan Bogor. Saya suka berada di Indonesia,” ungkapnya sambil tersenyum.

Pengakuan yang sama diungkapkan Aimee, relawan asal Inggris. Konon, ia juga baru pertama kali mengikuti proyek bersama CA-UK-IN.

Aimee mengaku sangat senang bahwa musala yang dibangunnya bersama teman-teman relawan sudah rampung.  Namun, ia juga merasa sedih karena setelah kegiatan berakhir terpaksa harus meninggalkan Indonesia dan akan kembali ke negaranya di Inggris.

“Saya sangat sedih. Awalnya yang datang sebagai orang asing dan tidak tahu apa-apa. Saya banyak belajar di sini (Indonesia, Red), dari mulai soal arsitektur, keadaan cuaca hingga soal makanan,” tuturnya.

Namun, menurut Aimee, kebersamaan bergotong royong sebagai relawan terasa sangat indah.  Termasuk keramahtamahan masyarakat Indonesia. (ns/dima)

Sumber: https://www.uinjkt.ac.id/relawan-internasional-bangun-musala-di-cidokom/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here